Pendahuluan
Profesi kedokteran merupakan salah satu profesi yang memiliki tanggung jawab moral, sosial, dan hukum yang sangat tinggi. Untuk menjaga marwah profesi dan melindungi hak-hak pasien, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai organisasi profesi utama dokter di Indonesia, telah mengeluarkan Kode Etik Kedokteran Indonesia (KEKI). Kode etik ini menjadi pedoman perilaku profesional yang wajib ditaati oleh seluruh dokter di tanah air. Artikel ini bertujuan untuk meninjau KEKI dari perspektif hukum dan etika, serta menyoroti relevansi dan tantangannya dalam praktik medis kontemporer.
Kode Etik sebagai Instrumen Etik dan Hukum
Secara normatif, kode etik kedokteran merupakan himpunan nilai moral yang dijadikan pedoman dalam menjalankan praktik medis secara profesional dan manusiawi. Namun demikian, kode etik juga memiliki dimensi hukum, terutama ketika terjadi pelanggaran yang berimplikasi pada tindakan disipliner atau bahkan pidana.
Kode Etik Kedokteran Indonesia mengandung prinsip-prinsip dasar seperti:
- Menghormati hak pasien
- Menjaga kerahasiaan medis
- Menolak campur tangan non-medis dalam keputusan klinis
- Menjaga hubungan sejawat yang profesional
- Mengutamakan keselamatan dan kesejahteraan pasien
Meskipun tidak termasuk dalam peraturan perundang-undangan yang mengikat secara langsung seperti undang-undang atau peraturan pemerintah, KEKI memiliki kekuatan quasi-legal, terutama dalam konteks hukum disipliner profesi.
Landasan Hukum Kode Etik Dokter
Kode etik dokter di Indonesia memperoleh dasar hukum dari beberapa regulasi, di antaranya:
- Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
- Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)
- Peraturan IDI sebagai organisasi profesi
UU Praktik Kedokteran menegaskan bahwa seorang dokter wajib menaati standar profesi dan kode etik. Dengan demikian, pelanggaran terhadap KEKI bukan hanya pelanggaran etik semata, namun dapat menjadi dasar sanksi hukum berupa teguran, pencabutan izin praktik, hingga pelaporan pidana jika menimbulkan kerugian pada pasien.
Perspektif Etika Profesi
Dari perspektif etika, KEKI tidak hanya memuat larangan dan kewajiban, tetapi juga nilai-nilai kebajikan yang harus dijunjung tinggi oleh setiap dokter. Ini termasuk prinsip-prinsip etika medis klasik seperti beneficence (berbuat baik), non-maleficence (tidak membahayakan), autonomy (menghormati hak pasien), dan justice (keadilan).
Etika profesi bersifat dinamis, mengikuti perkembangan ilmu, teknologi, dan harapan masyarakat. Oleh karena itu, KEKI juga dituntut untuk selalu direvisi dan disesuaikan dengan isu-isu kontemporer seperti:
- Telemedisin dan privasi data pasien
- Konflik kepentingan dengan industri farmasi
- Tanggung jawab dokter dalam situasi darurat atau pandemi
Tantangan dalam Implementasi
Beberapa tantangan utama dalam implementasi KEKI antara lain:
- Kurangnya pemahaman dokter terhadap isi dan implikasi KEKI secara menyeluruh.
- Minimnya penegakan disipliner, baik oleh organisasi profesi maupun Konsil Kedokteran.
- Ketidaksesuaian antara norma etik dan tekanan institusi, seperti rumah sakit atau asuransi.
- Keterbatasan pendidikan etik dalam kurikulum kedokteran.
Tantangan-tantangan ini menunjukkan bahwa implementasi kode etik tidak cukup hanya mengandalkan regulasi tertulis, tetapi juga memerlukan edukasi berkelanjutan dan integritas moral dari setiap praktisi medis.
Penutup
Kode Etik Kedokteran Indonesia yang dikeluarkan oleh IDI merupakan instrumen penting dalam menjaga kualitas layanan medis dan perlindungan terhadap pasien. Dari perspektif hukum, KEKI menjadi rujukan dalam menilai pelanggaran disipliner, sementara dari sisi etik, ia menjadi refleksi nilai moral dan tanggung jawab profesional. Untuk itu, sinergi antara organisasi profesi, lembaga hukum, institusi pendidikan, dan para dokter sendiri sangat dibutuhkan agar KEKI dapat diterapkan secara efektif, berkeadilan, dan kontekstual.